Malam
ketika ku tak bisa tidur ku selalu SMS Lidya. Kupejamkan mata ditempat tidur ku
menunggu SMS balasan. Ketika hpku bergetar, SMS masuk yang kutunggu tiba.
Kuambil kunci mobil di meja belajarku dan berlari menuju mobil. Saat melewati
depan kamar orang tuaku, aku berjalan mengendap – endap seperti maling. Ya,
malam ini aku memang ingin mencuri, mencuri hati Lidya. Pelan – pelan kubuka
pagar, kudorong mobilku agar tidak terdengar bunyi mesin mobil, lalu kututup
lagi pagar rumahku dan ku pacu mobilku menuju rumah Lidya.
Di
depan jendela kamar Lidya kulempar batu, aku yang dari bawah memberi isyarat.
“Kamu
gila ya? Mau ngapain?” Tanya Lidya.
“Iya,
jalan – jalan yuk.” Ajakku sambil berbisik dari bawah.
“Kemana?”
“Kita
Pajama Drive.”
“Maksudnya?”
“Kita
jalan – jalan pake piyama.”
“Sakit
nih kamu kayaknya.”
“Iya,
sakit Malarindu.” Ledekku.
Lidya
hanya tersenyum. Ia mengambil jaket dan keluar dari jendela kamarnya. Ia
berjalan di genteng yang rata, dan mendekati sambungan pipa didekat dinding
rumahnya. Lidya kini ada dihadapanku.
“Mari
Tuan Putri.” Aku memberikan tangan layaknya seorang pangeran.
“Laga
lu selangit, kebanyakan nonton ftv.” Ledek Lidya.
“Biarin,
kalo cuma jadi cerpen pun aku juga seneng sama cerita kita.”
Lidya
hanya tersenyum mendengar ledekanku. Kami masuk ke mobil dan memulai
perjalanan.
“Aku laper.” Rengek Lidya.
“Manja.”
“Pokoknya
sebelum pulangin aku, aku harus makan dulu.”
“Kok
gitu?”
“Kamu
kan udah nyulik aku.”
“Iya,
aku mau ajak kamu ketempat makan romantis nih.”
“Dimana?”
*
“Pesanannya
silakan?”
“CheeseBurger
2, kentang yang medium, sama Milo 2, esnya dikit aja.” Ucapku.
“48ribu,
bayar dan ambil pesanan di depan ya, terima kasih sudah menuju drive trhu
mekdi.”
“Makan
malem romantis? Disini?” Tanya Lidya heran.
“Gausah
ngeluh, watch and learn.”
Aku
mengambil dan membayar pesanan makanan. Setelah itu aku menuju parkiran mobil
dan keluar. Lidya ikut keluar mobil dan heran.
“Mau
ngapain sih?”
“Sini,
katanya mau romantis.” Ajakku.
“Manaaa??”
Aku
duduk di belakang mobilku (ceritanya mobilnya sedan, BMW325i) aku duduk sambil
memakan cheeseburger punyaku. Lidya duduk di sebelahku.
“Oh...
nontonin malem yah ceritanya?” Tanya Lidya.
“Gak
sekalian nontonin kebakaran aja.” Ledekku.
“Eh
tapi keren yah, liatin bintang malem – malem gini. Lebih keren lagi kalo ada
yang bisa warnain langit ini buat aku.”
“Kalo
aku bisa warnain langit malam ini, kamu mau kasih aku apa?”
“Hati
aku.” Jawab Lidya sambil senyum memanja.
Aku
bengong. Milo yang kuminum tumpah dari mulutku.
“Eh,
kesambet, pulang ah. Udah mau pagi, tuh banci sama bencong udah pada mau
pulang.” Minta Lidya.
“Tau
aja bosnya bencong.” Ledekku.
Aku
dan Lidya masuk ke mobil dan menuju jalan pulang kerumah Lidya.
*
Malam
yang lain kini tiba. Aku kembali mengetuk jendela kamar Lidya dengan batu.
“Mau
apa lagi kamu?” Tanya Lidya.
“Mau
ngewarnain langit, ayo.” Ajakku.
Lidya
segera turun dari kamarnya dan menuju mobilku.
Diperjalanan,
wajah Lidya nampak gelisah.
“Kamu
lagi sakit ya?” Tanyaku.
“Enggak
kok.”
Tiba
– tiba telepon genggam milik Lidya berdering. Tertuliskan nama “Mamah” menelfon
Hp Lidya.
Wajah
Lidya panik.
“LIDYAAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
Suara dari telfon terdengar keras.
“I...Iya,
Mah?” Jawab Lidya gugup.
“DIMANA
KAMU?”
“Di...taksi,
Mah...”
“NGAPAIN
DI TAKSI JAM SEGINI? JADI JOKI?”
“Aku
laper, tadi abis beli mekdi...”
“POKOKNYA
PULANG SEKARANG!!! JANGAN SAMPE KAMU BESOK JADI BATU!!”
Telepon
mati. Lidya pucat, panik.
“Aku
mau pulang, cariin aku taksi, sekarang.”
“Maafin
aku ya, Lid.”
“Minta
maafnya besok aja kalo aku gak jadi batu.”
Aku
hanya diam dan mencarikan taksi. Saat berhenti di lampu merah, jalanan nampak
sepi.
“Mau
cari taksi dimana?” Tanyaku.
“Mana
aja, yang penting pulang.” Jawab Lidya jutek.
“Kemenoong...kemenoong...keee...meenooong..”
Ucap seorang bencong yang ngamen.
“Tapi
gak disini ya, aku ngeri.” Lanjut Lidya.
“Iyyh...
Libomnya bagaskara deh ah...” Ucap si bencong.
“Eym...dua
sejoli, menjalin cintong, pamali ih, mending eyke jadi orang ketiga yuk.”
Lanjut bencong.
“Jadi
setan dong lo, nih.” Aku membuka jendela dan memberinya uang dua ribuan.
“Eh
sori mayori, pasaran eyke disini cenggo, nih eyke balikin gope, ada bekas
kerokan semalem.” Lanjut si bencong.
Mobil
langsung kupacu ketika lampu berwarna hijau. Wajah Lidya masih cemberut. Tanpa
sadar, aku telah sampai dirumah Lidya.
“Kamu
bisa bahasa Indonesia gak sih?” Tanya Lidya.
“Emang
kenapa?”
“Aku
minta cari taksi, bukan minta anterin pulang. Kalo mamahku tau besok aku jadi
batu.”
“Eh
iya... Maaf...Aku...”
“Jangan
harap besok kamu bisa jalan – jalan sama batu.”
Lidya
keluar mobil dan masuk kerumah. Aku segera meninggalkan rumah Lidya.
*
“Lidya...”
begitu isi SMS yang ku kirim ke Lidya.
“Apa?”
Balasnya.
“Syukur...masih
bales SMS, untung gak jadi batu.” Balasku.
“Ada
apaan sih? Aku gak bisa keluar lagi malam – malam, pajama drive kita udah
abis.”
“Tapi
izinin aku untuk ngewarnain malem ini, malem ini aja.”
“Maksud
kamu?”
“Liat
jendela deh.”
Lidya
membuka jendela dan melihat aku disamping mobil melambaikan tangan kearahnya.
Aku menunjuk kearah kananku, dan Lidya menoleh.
DUAAARRR!!!
Bunyi
ledakan mercon terdengar. Suara kembang api ikut menyaut. Langit malam ini
diwarnai oleh kembang api untuk Lidya. Mulai dari kembang api air mancur,
hingga berbentuk bunga semuanya mewarnai malam ini.
“Jadi...
ini maksud kamu mewarnai malam?” Tanya Lidya di SMS.
***
Fanfict kiriman dari: