‘Kereta Api
Progo AC dengan tujuan Bandung telah memasuki lintasan 3, para penumpang
diharapkan untuk tetap tertib. Terimakasih’
Suara pengumuman di dalam stasiun dan segera
aku mencari gerbong dan tempat duduk sesuai dengan tiket yang ada di tanganku.
Ini pertama kalinya aku naik kereta setelah lebih dari 7tahun yang lalu.
Perasaanku sedikit takut tapi apa boleh buat, cuma ini yang bisa membuatku
tenang sejenak.
‘Coklat.. coklat.. coklat.. coklat
spesial di hari valentine, coklatnya Pak?”, kata pedagang asongan yang
menawarkan coklat ke orang kursi sebelah.
Aku pakai headsetku dan memutar lagu-lagu pop rock dari MP4-ku.
Beberapa menit kemudian, keretapun mulai berjalan.
Ini adalah hari ke-3 aku meninggalkan
rumah setelah kejadian itu. Kejadian yang membuat aku berfikir betapa tidak
dibutuhkannya aku dalam keluargaku. Fifin, saudara kandungku yang lebih muda
dariku 5tahun, ia dipuja mati-matian oleh ibu dan ayahku. Aku selalu dijadikan
bahan pembanding dengannya mulai dari A sampai Z. Kejadian itu hampir setiap
hari setelah kepergian kakak perempuanku. Dan tiga hari yang lalu adalah
klimaks dari permasalahan itu sehingga aku bertekad untuk pergi dari rumah.
Hanya dengan modal menjual ponselku demi
meninggalkan rumah itu, beberapa potong baju, 2 celana jeans, sepatu dan jaket
yang sedang aku kenakan.
***
Bandung i’m coming !! Pagi hari, pukul
07.25 aku sampai di Stasiun Kiaracondong. Tepat seperti yang tertulis di tiket
kereta bahwa kereta akan sampai pada jam tersebut.
Turun dari kereta aku langsung menuju
tempat penginapan yang kemarin sudah aku booked. Benar-benar dengan nekatnya
aku memberanikan diri menginjakkan kaki di kota orang yang sebelumnya aku belum
pernah sekalipun kesini. Tak apalah, mungkin hanya sekali seumur hidup aku
bertindak bodoh seperti ini, candaku dalam hati.
Sesampainya di penginapan aku langsung
rebahan sejenak dan berpikir apa tujuanku hari ini. Kriik kriikk.. benar-benar
sangat sepi suasana di penginapan karena saat itu memang bukan musim liburan jadi
sedikit yang menginap. Aku melihat kertas yang tertempel di dinding, aku
beranjak dari tempat tidur dan membacanya. ‘Rental motor’ dan ‘Kawah putih’,
dua kata menarik yang ada dalam kertas itu. Nah ! Ide gilaku pun muncul.
Langsung aku menuju ke Front Office dan
menanyakan tentang rental motor dan arah menuju Kawah Putih. Sekitar 10 menit
aku berbincang dengan pegawai tersebut dan sudah ku tetapkan untuk menyewa
motor untuk pergi ke Kawah Putih hari itu juga.
‘breemm.. breemm’ suara motor matik yang aku sewa, akupun
berangkat.
Instingku dalam mencari jalan menuju
Kawah Putih sudah dimulai. Beberapa kali salah jalan dan memutari jalan sampai
dua kali yang memakan waktu hampir 3,5 jam akhirnya aku sampai juga di Kawah
Putih. “This is ‘My First Extreme Experience’ !”, gumamku.
***
Waktu menunjukkan pukul
13.00. Aku berjalan mengelilingi daerah itu, memotret objek-objek yang
menurutku menarik. Namun, ditengah asiknya memotret
ada seseorang yang membuatku penasaran.
Sesosok perempuan yang sedang menundukkan kepala yang disenderkan di lutut yang
sedang ditekuk. Bentuk tubuh dan potongan rambutnya persis seperti.. Ah,
kenangan itu kembali lagi. Keceriaanku tiba-tiba berubah menjadi sendu. Cukup
lama aku terdiam merenung sambil mengamati perempuan yang tidak berada jauh
dariku.
Sesekali aku mendengar isakan tangis.
Perlahan aku dekati perempuan itu dan ternyata itu adalah suara tangisannya.
Suasana disitu sepi sekali, hanya ada aku, perempuan itu dan segerombolan orang
bule yang sedang berwisata.
“Permisi, maaf mengganggu sudah hampir
1jam lebih aku mlihat kakak menundukkan kepala sambil menangis. Apa ada yang
bisa saya bantu?”, aku bilang kepadanya. Karena memang aku tidak tega jika
melihat seseorang sedang bersedih sendirian.
Sepertinya perempuan itu sedikit kaget
karena kedatanganku, dia segera menengok
ke arahku sambil mengusap air matanya dengan lengan bajunya. “Oh tidak apa-apa,
aku memang sudah biasa disini sendiri. Lagipula tempat ini tidak jauh dari rumahku”,
jawabnya dengan lembut dan sedikit tersenyum.
“Tapi aku liat kakak menunduk terus
daritadi dan sesekali menangis, aku takut kakak kenapa-kenapa disini. Kakak
kenapa?”, kataku dengan wajah khawatir.
“Kamu pendatang ya?” Dia mengalihkan
pembicaraan.
“Iya, memang kalo pendatang tidak boleh
bicara dengan orang Bandung ya Kak?”,celetukku. Karena terlihat sekali logat
Sunda yang diucapkan perempuan itu.
“Bukan begitu, sepertinya kamu juga sendirian
disini. Seharusnya kamu yang lebih berhati-hati karena disini rawan”
“Sudahlah kak, jangan mengalihkan
pembicaraan. Masa bodoh dengan aku. Aku cuma tidak mau melihat kakak murung seperti
ini”
Dahinya sedikit mengerut dan sedikit menaikkan
alisnya. “Masa bodoh? Maksudnya? Ada apa dengan kamu?”
“Emm sbelumnya kenalkan aku Firanny,
panggil aku Fira, kakak siapa?”. Aku ganti mengalihkan pembicaraan.
“Aku Melo, Melody. Bolehkah aku dengar ceritamu?”
Aku merasa perempuan itu mulai curiga
dengan jawaban spontanku tadi. Tapi aku juga lebih curiga kenapa dia ingin tau
cerita tentangku.
“Sepertinya
sudah mulai sore Kak. Gimana kalo kita pulang saja? Rumah kakak dimana? Biar aku
antar pulang” Sengaja aku alihkan pembicaraan lagi.
“Tidak usah, aku bisa pulang sendiri kok.
Maaf kalo tangisku tadi menyusahkan kamu”, katanya dengan wajah agak memelas.
“Enggak kok Kak. Nggak apa-apa. Ayo Kak
aku antar pulang. Biar ku pastikan kakak tidak kenapa-kenapa dijalan”, kataku dengan
sedikit memaksa.
Dia terdiam sesaat, sedang berfikir
tampaknya.
“Oke, baiklah, tapi tidak usah antarkan
aku pulang. Cukup antarkan aku ke suatu tmpat saja ya?”
“Iya kak”, jawabku dengan penuh senyum.
Kita pun memulai perjalanan turun menuju
kota dengan motor matik yang ku sewa tadi pagi. Ditengah perjalanan...
“Hei kamu, maaf tadi siapa namamu? Ak lupa
karna tadi sedang tidak konsen”, tanyanya dengan sedikit teriak karena laju
motor agak ku kebut.
“Firanny kak, panggil Fir atau Fira saja”
Sambil ku pelankan gas motor yang ku kendarai.
“Oh iya Fira. Kamu sudah hafal
jalan-jalan disini?”
“Belum sama sekali Kak”
“Lah kamu aja belum tau jalan kok mau ngantar
pulang, terus kamu gimana pulangnya nanti? Dasar!”, jawabnya dengan kesal.
“Hehe ya tanya-tanya kak, aku juga bawa
peta sama GPS kok”, candaku ke Kak Melo.
“Tapi itu kan belum tentu valid”,
jawabnya dengan kesal lagi.
“Ya resikolah. Ini kita mau kemana Kak?”
“Ini nanti sampai di jalan besar kamu
belok kanan, sampai perempatan belok kiri terus lurus terus sampai ada semacam
tugu kamu belok kanan, nah nanti kan ada......”
Belum selesai dia berbicara panjang lebar sambil
menunjuk-nunjukkan arah, aku potong kata-katanya,“Udah udah Kak, jangan
panjang-panjang. Bingung aku nanti” Sambil aku turunkan tangannya dari samping
mukaku.
“Hahaha,
iya iya. Maaf deh” kata Kak Melo dengan cekikikan.
Langsung ku gas motor itu dengan sedikit
knecang karena sudah mulai petang. Jam setengah 7 tepat aku sampai di lokasi yang
diarahkan Kak Melo.
Kafe yang begitu fantastik dengan lampu sedikit
remang-remang juga ditambah suasana yang tidak begitu ramai menambah ketenangan
saat memasuki kafe ini. Kak Melo pun memesan makanan untuk kita berdua.
“Kak tempatnya keren banget, betah deh disini
seharian”, kataku sambil melihat sekeliling kafe. Karena kafe ini benar-benar
memiliki view yang sangat indah.
“Yakin betah?”
“Iya, suer Kak!”
“Yaudah kita semalaman disini aja, aku malas
pulang juga soalnya” , jawabnya santai sambil memainkan ponselnya.
Aku kaget ketika Kak Melo menjawab
seperti itu, aku kira kata-katanya tadi hanya candaan saja.
“Serius Kak??”
“Iya serius”, jawab Kak Melo dengan
senyum, ditambah lesung pipit nya yang membuat ia semakin terlihat sangat manis.
‘Because you had
a bad day. You're taking one down. You sing a sad song just to turn it around.
You say you don't know~’
Ponsel Kak Melo berbunyi.
“Iya halo fries. Ooh, tolong bilang ke Teteh
kalo Teh Melo lagi ada kerjaan ya? Mungkin besok pagi pulangnya. Iya.. Iya.. Oke,
kamu jangan tidur malem-malem ya. Daaa” Kak Melo menyudahi telfonnya.
“Itu siapa Kak?” , tanyaku
“Oh itu Frieska, adikku. Yuk kita lanjutin
tentang yang di kawah tadi”
Hampir 2 jam kita bercerita dan aku tau
identitas, asal usul, dan keluarga Kak Melo, begitupula sebaliknya. Sekarang aku
tau kenapa aku yang dijadikan tempat curhatnya saat ini dan itu sebabnya aku
mau menceritakan masalahku kepada Kak Melo.
“Fir, kamu janji ya nggak akan bilang-bilang
tentang ini?”
“Iya Kak. Janji !”, jawabku dengan tegas.
Lagi-lagi Kak Melo tersenyum manis dan tampaknya
dia memang benar-benar mempercayaiku.
“Makasih ya Fir, belum pernah aku bertemu
orang seperti kamu. Baru kenal tapi sudah memperhatikan kesusahan oranglain. Aku
salut sama kamu” Sambil menepuk bahuku.
“Ini sudah sifatku dari kecil Kak. Aku juga
bersyukur baru pertama ketemu member JKT48. Nggak nyangka baik gini, biasanya kalo
udah jadi idol kan cuek+jutek”, sindirku dengan ketawa dan Kak Melo langsung mencubitku.
Jujur sebelum pertemuan ini aku sama
sekali belum tau Idol Grup JKT48, apalagi anggota-anggotanya. Dan ini adalah
hari pertamaku tau apa itu JKT48 langsung dari anggotanya.
“Eh, kamu kalo mau wifi-an, wifi-an aja.
Gratis kok. Aku mau tidur dulu yaa”, kata Kak Melo
“Siap kak !”
Aku nyalakan laptopku dan mulai browsing.
Baru beberapa menit saja Kak Melo sudah tertidur pulas disampingku. Aku kasihan
sekali melihat wajahnya yang tampak sangat kelelahan. Dan beberapa jam kemudian
aku tertidur juga.
***
“Maaf mbak, sudah jam 7 pagi”, kata salah
seorang karyawan menepuk pundakku.
Aku tersentak kaget dan terbangun. “Oh
iya mas, makasih yaa”, jawabku.
Aku melihat laptopku sudah tersimpan rapi
di tas. Meja yang tadinya penuh akan
makanan juga sudah bersih. Aku tidak
melihat Kak Melo disekitarku. Ah, mungkin Kak Melo sedang ke kamar mandi
pikirku. Aku mengusap muka dan merapihkan rambut dan baju. Sudah 10menit lewat
Kak Melo tidak datang juga, aku coba mencarinya di kamar mandi tapi tidak ada. Aku
bertanya kepada karyawan kafe itu satu per satu pun tidak ada yg tau. Aku mulai
panik.
"Hanya karena masalah seperti itu seharusnya
kamu tidak sampai kabur ke tempat jauh seperti ini. Kasihan orang tua kamu, mungkin
sekarang mereka sedang mengkhawatirkanmu. Melebihi kamu yang bukan
siapa-siapaku mengkhawatirkanku" Tiba-tiba aku teringat kata-kata Kak Melo
semalam.
Setelah beberapa saat termenung, aku
keluar dari kafe itu. Sesampainya di area parkir, aku melihat ada 1 amplop
putih terselip di stang motorku. Sambil aku duduk di motor, aku baca dan ternyata
itu surat dari Kak Melo.
"Fira, kmu adalah orang asing pertama yang aku
percaya menjaga keluhkesahku melebihi kakak dan adikku. Kamu adalah orang asing
pertama yang memberiku penuh perhatian dari awal kita bertemu dan tidak saling
mengenal. Aku bangga dengan
keberanianmu sampai ke kotaku dan aku benar-benar
bersyukur bertemu dengan orang yang lucu dan ramah seperti kamu. Karna kamu, perasaanku
yang dari kemarin mengganjal kini sudah sedikit lega. Aku mulai bangkit lagi untuk
menjalankan tugasku sebagai mahasiswi dan idol. Dan kamu, jaga baik-baik
keadaanmu karena aku tidak bisa menemanimu hari ini. Tetap semangat menjalani
hidup dan ingatlah kata-kataku
semalam. Terimakasih, dan sekali lagi terimakasih
atas usaha kerasmu dalam mghiburku :) Aku tidak akan pernah melupakanmu.Aku
janji suatu saat kita pasti akan bertemu lagi walaupun aku sudah menjadi
bintang sekalipun. Tertanda, Melody Nurramdhani Laksani ^_^"
Tak terasa airmata membanjiri pipiku, aku
mulai down, lemah dan tidak tau harus bagaimana cara untuk menemui Kak Melo.
Sebenarnya ada 1 hal yg Kak Melo belum
tau. Kak Melo belum tau semua tentang aku kenapa aku bersikap seperti itu. Aku
memiliki kakak perempuan tapi ketika aku duduk di bangku SMA dia telah pergi
lebih dulu meninggalkan dunia ini karena sakit yang di deritanya. Aku sangat
merindukan sosoknya. Viola namanya. Kita sangat dekat dan akrab. Mungkin karena
aku dan Kak Viola hanya terpaut 1 tahun, sebaya dengan Kak Melo. Dan wajah Kak
Melo sangat mirip sekali dengan Kak Viola, begitu juga dengan nama mereka yang
sama-sama berunsur musik.
Cerita panjangnya semalam tidak ada
satupun yang membicarakan tentang privasi kita. Alamat rumah maupun nomor
telfon. Karna aku rasa hal itu akan berjalan seiring waktu dan tadi malam
bukanlah waktu yang tepat untuk menanyakan hal itu.
Tanpa pikir panjang aku kembali ke penginapan,
menyelesaikan biaya-biaya dan mencari tiket untuk pulang ke Jogja. Sedikit demi
sedikit aku mulai menerima atas kejadian di rumah, mulai bersikap dewasa
seperti apa yang diajarkan Kak Melo dan kini suasana di keluargaku pun menjadi
lebih hangat. Sudah tidak ada lagi pertengkaran seperti yang sudah-sudah.
***
Tak terasa makin bertambah bulan makin
sering aku mendengar JKT48, terutama nama Melody. Hal itu semakin membuat aku
rindu akan Kak Melo dan Kak Viola, 2 sosok perempuan yang telah memberikan aku
pelajaran berharga tentang kerasnya hidup ini.
Aku tau Kak Melo sedang fokus dengan double-job
nya sekarang, mungkin bisa saja dia melupakan aku. Toh, pertemuan kita
sangatlah singkat. Dimatanya aku mungkin memang bukan siapa-siapanya, pikirku.
Hari ini aku berniat untuk nonton Dahsyat
di TV, karena katanya ada JKT48. Beberapa menit berlalu, sampailah diujung
acara. Lagu JKT48 yang ke-3 “Baby Baby Baby” sebagai lagu penutup.
Selesai acara itu, ku matikan TV. Aku tertawa
kecil dan berkaca-kaca mengingat sekilas kisahku dengan Kak Melo saat di Bandung.
Betapa singkatnya kisah itu tapi sungguh mengenang. Aku masih belum bisa
merelakan menghilangnya Kak Melo dari aku sejak saat itu. Karena aku masih
membutuhkan sosok Kak Viola sebagai tempat aku singgah ketika aku sedang senang
maupun sedih. Dan cuma dia yang bisa menggantikan Kak Viola yang tidak akan
pernah bisa kembali lagi.
***
‘Aitakatta..Aitakatta..Aitakataa..*des
des des*’
Suara hapeku berbunyi, nomor tak dikenal
menelfonku.
"Halo?", sapaku.
"Iya halo, ini Fira ya?", jawab
penelfon itu.
"Iya saya Fira, ada apa ya?"
Sepertinya aku mengenal suara ini, tapi aku tidak mengingatnya dengan jelas.
"Ini aku, Kak Melo. Tadi liat Kakak
perform di Dahsyat nggak?"
"Ha???!!!!"
"Hehehe, kenapa? kaget ya?",
candanya.
Aku shock seketika dan suara di telfon
hening beberapa saat.
"Loh kok diem? yaudah deh kakak lagi
buru-buru nih, jaga kesehatan ya, jangan sampe kabur-kabur lagi hehe. Daaa"
‘tuuuut
tuuuuttt tuuuutt’
Panggilan pun terputus.
Begitu speechlessnya aku mendengar suara
Kak Melo sampai-sampai aku tidak bisa menjawab telefon setelah tau bahwa itu
darinya dan moodku hari itu hancur berantakan.
Beberapa jam setelah telfon ditutup dan
perasaanku mulai tenang aku mencoba untuk menghubungi nomer itu lagi, tapi entah
kenapa tidak pernah aktif. Sampai sekarang...