Mahendra adalah lulusan Sarjana Psikologi di sebuah universitas negeri terbesar di Jogja. Meskipun tidak lulus cumlaude, tapi ia termasuk pintar dan lulus tepat waktu. Setelah lulus, ia langsung mendapat kesempatan bekerja sebagai Junior Trainer untuk salah satu produk di sebuah Bank Asing di kota Joglosemar (Jogja-Solo-Semarang). Hampir setahun bekerja, ia merasa butuh sebuah tantangan lebih dan memutuskan untuk resign.
Setelah beberapa lama, kemudian ia diterima bekerja di Jakarta sebagai seorang HRD. Yaaa.. begitulah lulusan Psikologi konsentrasi Industri dan Organisasi, pekerjaan tidak jauh-jauh dari HRD entah itu di bagian Recruitter, Tester, Trainer, Compensation and Benefit, General Affair, dll. Ia sangat enjoy dengan pekerjaannya sekarang karena di sana berhubungan dengan banyak orang dan membutuhkan ketelitian yang tinggi.
Apalagi ia termasuk workaholic dan sangat profesional, sehingga ia disukai atasan dan rekan kerja. Bahkan ia juga sangat dipercaya oleh lingkungannya karena sifat leader dan tanggungjawabnya. Akan tetapi karir tidak semulus dengan kisah asmaranya, karena sampai dengan sekarang ia masih betah menikmati kehidupan single nya. Karena hari ini Jum’at dan besok weekend, ia sengaja membawa kamera DSLR kesayangannya pada hari itu dengan niat hunting foto setelah pulang kantor
Satu jam kemudian, ia sampai di meja kerjanya. Pagi itu ruangan masih sepi, kemudian ia menyalakan komputer dan membuka kembali berkas-berkas dokumen yang harus ia kerjakan karena sudah mendekati deadline. Tanpa banyak pikir, ia buka file dalam komputernya dan melanjutkan pekerjaan kemarin.
Dengan memasang headphone untuk mendengarkan musik, sesekali ia surfing internet untuk membuka email ataupun untuk sekedar membuka berita paling update hari ini dan tidak lupa membuka beberapa akun sosial media miliknya. Matanya terpaku pada layar komputer ketika ia membuka komunitas fotografi yang ada di Kaskus, yaaa.. Ia adalah termasuk seorang Kaskuser, sebuah komunitas dunia maya terbesar di Indonesia yang terkenal dengan tagline nya : “Pertamax gan.. Sundul gan.. No Repsol gan.. dll”.
Pagi itu ia menemukan obrolan mengenai hunting foto di tengah keramaian dan kesibukan orang-orang di ibukota. Langsung muncul di kepalanya, untuk mencoba hal tersebut nanti setelah pulang kerja. Ia memang mempunyai hobi fotografi sejak ia kuliah di Jogja dulu. Meskipun tidak pernah ikut komunitas, ia belajar fotografi secara otodidak dan ia sangat enjoy.
“Wah...seru juga nih kayaknya hunting foto ekspresi orang-orang yang sedang sibuk lalu lalang di Jakarta ini”
Kemudian ia segera menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda dan segera menyerahkan pada atasannya untuk kemudian mengerjakan pekerjaan yang lain.
Tidak terasa jam di ruangan menunjukkan pukul 5 sore, karena hari ini pekerjaan tidak terlalu sibuk maka ia memutuskan untuk segera pulang. Dengan segala persiapan yang ada, ia segera bergegas keluar kantor untuk mencari lokasi hunting sampai pada akhirnya ia putuskan untuk hunting di sebuah koridor busway di daerah Semanggi yang terkenal memiliki jembatan penghubung ke koridor lain yang panjangnya saingan dengan jembatan Suramadu.
Kemudian dengan cekatan dan gaya layaknya fotografer profesional ia mulai mencari angle yang paling bagus tidak lupa settingan cahaya, warna, sampai berbagai macam mode dicoba.
“Waahhh.. kenapa nggak dari dulu kepikiran hunting begini ya?? Keren nih.. natural dan terkesan candeed gitu..”
Kemudian Mahendra melanjutkan jepretannya, sampai akhirnya jari nya menekan tombol capture lebih cepat dan langsung ia setting dengan mode 4x shoot per detik. Rupanya lensa kameranya sedang tertuju pada sosok gadis yang berjalan dari arah kanan nya. Gadis keturunan Chinnese yang terlihat sangat cantik dengan poni ke arah kiri menutupi sebagian mata khasnya itu serta rambut diikat kuncir kuda berjalan anggun di jembatan tersebut.
Dengan earphone terpasang di kedua telinga, membawa tas yang di selempang di bahu kanan, sementara tangan kirinya menenteng sebuah buku, gaya casual dengan kesan pemalu tapi tetap fashionable gadis itu berjalan sambil mendengarkan lagu dari gadget nya.
“Cantiknya.....”
Tanpa diduga, gadis itu melihat ke arahnya. Mahendra langsung salah tingkah gak karuan dan gugup sejadi-jadinya. Jari telunjuk kanannya semakin bersemangat menekan tombol capture dan jemari tangan kirinya dengan cekatan memainkan fokus lensa takut kehilangan momen langka tersebut.
Senyum merekah dari bibirnya yang merah, dan lesung pipit di pipi dekat pelipisnya semakin melengkapi kecantikan gadis itu.
Karena saking bersemangatnya, Mahendra lupa mengaktifkan settingan lampu blitz di DSLR nya sehingga memancing perhatian gadis itu yang kemudian mendekatinya.
Sekarang wajah gadis tersebut hanya berjarak 1 meter dari moncong lensa kamera. Matanya yang indah dan garis alis yang tegas muncul dengan sempurna di hadapanya. Keduanya terdiam beberapa saat, sampai akhirnya ia sadar bahwa gadis tersebut sedang memperhatikannya mungkin karena merasa tidak nyaman dengan blitz kamera tadi.
“Eh...nnggg...anu...maaf...” ucapnya sambil terbata-bata.
“Maaf banget yah, aku udah gak sengaja bikin kamu gak nyaman... Gak ijin juga mau ambil foto kamu...” lanjut Mahendra sambil setengah menundukkan badan.
“Emmm..” jawab gadis itu
Tanpa banyak pertimbangan, langsung mengulurkan tangannya : “Aku Mahendra...”
Gayung pun bersambut, gadis itu membalas uluran tangan dan segera membalasnya :
“Veranda.. panggil aja Ve”
“Jarang sekali aku menemui gadis seperti ini, kelihatan pemalu tetapi matanya lah yang seakan-akan ikut berbicara. Apalagi ia berani sendirian melewati tempat seperti ini” pikirnya dalam hati.
“Heeiii... halooo...” ucap Veranda sambil menggerakkan tangannya di depan kedua mata Mahendra yang terlihat bengong.
“Kok malah bengong...??”
Seketika Mahendra pun kembali sadar, “Eh..iya..maaf” balasnya plin-plan. “Duhhh, kok gue jadi salting bego gini sih..”
“Udahan belom bengongnya?? Aku duluan yaaa..” sambil melepaskan tangan, Veranda pergi melewatiku.
Tidak mau kehilangan momen, Mahendra langsung mengejar beberapa langkah ke arah Veranda yang sudah berjalan duluan.
“Ve.. tunggu..”
“Kamu gak marah kan?? Gara-gara Aku ambil fotonya tadi??” lanjut Mahendra dengan serius sambil mengikuti langkah Veranda.
“Mmm..nggak apa-apa kok.. Lagian aku juga suka fotografi”
“Ciyus?? Miapah?? Cungguh?? Enelan??” balas Mahendra dengan jiwa @L4Y
“Hahaha...eahhh kakagh... Tau deh yang @L4Y...”
“Hehehe.. Iya maaf.. Abisnya masih gak percaya nih..”
Tanpa ada skenario, mereka berdua dipertemukan oleh sebuah hiruk pikuk sibuknya ibu kota Jakarta pada petang itu. Percakapan di antara keduanya pun mengalir begitu saja.
“Veranda.. Abis ini mau kemana?? Aku traktir ngopi yuk di mall depan.. Anggep deh sebagai permintaan maaf..”
“Hmmm.. boleh, kebetulan aku juga mau nungguin Mama ku jemput di sana”
Modus..!! Yaaaa... boleh dibilang itu modus Mahendra untuk mengajak Veranda ngobrol lebih banyak dengan Veranda. Kemudian mereka pun menuruni tangga dan segera menuju kedai kopi yang berada di mal.
Setelah order datang, mereka pun melanjutkan obrolan tadi.
“Eh, Veranda.. kamu beneran hobi fotografi juga??”
“Iya gitu deh.. cuman bedanya aku suka difoto, kalo kamu hunting foto”
“Model..??”
“Yaaa.. kurang lebih gitu. Tapi belum profesioal kok, masih sebatas hobi aja.. Kalo ada temen yang minta aku jadi model, aku baru mau.. Abisnya aku malu..”
Kemudian sambil melemparkan tanya-jawab selayaknya orang yang baru saja kenalan, mereka terbawa dalam sebuah obrolan ringan seputar dunia fotografi. Satu jam berlalu, sepotong cheese cake kesukaan Veranda plus jus jeruk hanya tinggal sisa di piringnya dan segelas ice cofffe-blendeed Mahendra pun memasuki sedotan terakhirnya. Tiba-tiba terdengar ringtone lagu Katy Perry dari handphone Veranda :
“And in another life.. I would make you stay
So I don't have to say
You were the one that got away,
The one that got away..”
Setelah menerima telepon tersebut, Veranda bepamitan pada Mahendra “Eh Mahendra, Mama ku udah nungguin di depan nih.. Aku pulang duluan ya..”
Dengan sigap dan tanpa pikir panjang, Mahendra meminta nomer HP Veranda dengan nada malu-malu mau. Modus.. Ini sungguh modus anak jaman sekarang.
“Mmmm Ve.. Boleh gak minta Pin BB kamu?”
“Buat apa?”
“Hehehe...” sambil malu-malu dan menggaruk-garuk kepalanya tanpa sadar. “Nnngg.. siapa tau,entah kapan nanti kamu mau jadi foto model ku.. Daripada aku hunting gak jelas, kan bisa sekali-kali nge-jam ngambil foto kamu..”
“Ide bagus tuh..”
Kemudian Veranda memberikan nomor HP dan pin BB nya pada Mahendra, dengan lambaian kecil keduanya pun berpisah sekitar jam 9 malam. Meskipun belum sempat ngobrol banyak, keduanya terlihat sangat enjoy dengan perkenalan di malam itu. Dengan wajah berbinar, Mahendra segera bergegas pulang ke kos nya.
Di jalan pulang, Veranda terlibat pembicaraan dengan Mama nya. “Mah.. tadi Ve kenalan sama cowok gitu pas dia hunting foto..”
“Oh ya? Terus?” lanjut Mama Veranda ingin tahu.
“Cowok nya lucu Ma.. suaranya medok jawa gitu, keliatannya sih orang baik. Ve juga heran biasanya kan Ve malu ketemu orang asing, tapi tadi tuh enggak. Malah Ve ngerasa kaya udah kenal lama ma dia, makannya Ve gak keliatan pendiam jadinya. Malahan Ve ditraktir juga tadi”
“Oh ya? Bagus dong.. itu tandanya anak Mama udah mulai tertarik ma cowok nih yeee..” canda Mama Ve.
Dengan muka memerah dan lesung pipitnya, Veranda tersipu malu. “Ahhh.. Mama.. malu nih...”. Kemudian Veranda melanjutkan perjalanan pulang.
Selesai membersihkan diri, Mahendra segera membuka hasil hunting malam itu melalui laptopnya sampai pada hasil jepretan Ve dia pun terpana sejenak.
“Astaga... bening banget gan...”
Setengah jam ia melihat foto-foto Veranda dengan penuh seksama, bengong, terpukau, dan mulai saat itu ia berpikir sepertinya ini serba kebetulan seperti di FTV. Dengan hati yang masih berbunga-bunga ia memberanikan diri untuk mengirim BBM kepada Veranda.
“Malem Veranda.. udah nyampe rumah belum??”
Selang 10 menit kemudian, Ve membalas BBM yang membuat Mahendra cengar-cengir sendiri entah karena apa. Mereka saling berbalas BBM sampai sekitar 1 jam, sampai pada akhirnya Mahendra memberanikan diri untuk mengajaknya hunting foto.
“Ve.. lusa besok ada acara nggak?? Mau jadi model nggak nih?? Aku rencana mau hunting foto di Kota Tua”
“Mmmm.. mau banget... I love vintage so much..!!”
“Yess..!!” teriak Mahendra dalam hati kegirangan sampai koprol jungkir balik sambil bilang WOW.
“Oke deh Ve, besok aku kabarin lagi ya..”
“Sssiippp deh.. ditunggu kabarnya.. aku bobok dulu ya”
“Iya.. selamat istirahat Ve.. Oyasuminasaii~” balas Mahendra dengan gaya Jejepangan seadanya.
Keesokan harinya, dengan diliputi perasaan yang “baru” Mahendra menjalani weekend seperti biasanya. Membereskan kamar, mencuci motor, antar-ambil laundry, dan beristirahat sambil nonton TV. Sampai pada malam harinya, ia mengirim pesan kepada Veranda.
“Gimana besok Ve?? Jadi kan??”
Beberapa saat kemudian : “Heiii Mas fotografer!! Besok ketemu disana aja ya jam 10an, soalnya aku harus ke gereja dulu”
“Oke deh Ve... J Lg ngapain nih?? Gak jalan??” tanya Mahendra setengah kepo.
“Diihhh.. kepo nih??”
“Hahahaha... iya deh maaf..”
“Gak kemana-mana kok, lagi nungguin nonton Man United vs Arsenal nih di rumah”
Lagi-lagi Mahendra dipaksa untuk kayang sambil bilang WOW oleh gadis itu. Cantik, baik, ramah, sedikit pemalu, dan suka bola...!! sungguh Veranda mulai menyita perhatian Mahendra.
“Ooohh.. sama.. dukung mana??”
“Arsenal dong..!! Pengen liat RVP ngelawan bekas klub lama nya”
“Waaaahhh.. Oke!! Malem ini kita rival..” Kebetulan ia adalah fans Man United sejati.
Layaknya fans klub sepak bola kebanyakan, mereka berdua saling ejek dan bercanda selama jalannya pertandingan via BBM diselingi dengan obrolan ringan yang membuat keduanya semakin dekat. Sampai dengan peluit pajang berakhir, skor 0-0 adalah hasil yang adil buat keduanya. Kemudian mereka saling mengingatkan akan rencana besok pagi, dan beranjak tidur.
Matahari pagi seakan enggan beranjak dari ufuk timur, namun geliat ibu kota di Minggu itu seolah memaksa sang Matahari untuk segera membagi hangat sinarnya kepada dunia. Mahendra pun bangun dengan perasaan yang luar biasa baru, perasaan yang sudah lama tidak ia rasakan setelah lulus kuliah. Setelah selesai sarapan dan mandi, kemudian ia segera bersiap menuju Kota Tua. Sebuah tempat bersejarah di tengah ibu kota yang menjadi tempat favorit hunting foto.
Waktu sudah menunjukkan jam10, Mahendra sudah bersiap dengan kamera DSLR di genggaman tapi Veranda belum muncul. Dengan sesekali menyeka keringat, ia menuju ke sebuah gerobak untuk mencari sebotol minuman dingin untuk mendamaikan tubuhnya dengan cuaca yang hari itu lumayan panas. Baru beberapa kali tegukan, pundaknya ditepuk seorang gadis.
“Heeiiiiiihooo..” teriak gadis itu.
Sambil setengah kaget, Mahendra berbalik arah melihat siapa yang menepuk pundaknya. Seorang gadis yang ia temui secara kebetulan dua hari yang lalu kini muncul lagi di hadapannya. Semakin terlihat cantik, cantik, dan cantik.
“Ehhh.. Veranda..” balasnya sambil sedikit grogi. “Kirain kamu nggak jadi dateng lho...”
“Iya maaf, gak sempat ngabarin tadi macet banget.. Jadi, gimana photo session kita hari ini?? Aku udah oke belum nih pake gaya vintage gini??” Veranda memancing.
“You’re so beautiful....” jawabnya tak berkedip melihat Veranda hari itu dengan vintage style plus kacamata besar andalannya semakin membuat Mahendra melayang.
“Yaudah yukkk.. udah gak sabar nih pengen lihat hasil jepretanmu”
“Ayokkk..!!”
Kemudian mereka berdua dengan penuh semangat mengambil beberapa sesi dan angle, selang 2 jam kemudian mereka pun tampak kegerahan dan sedikit lelah.
“Istirahat dulu yuk Ve.. kayaknya keren nih foto-foto tadi??”
“Ayokkk ah.. sekalian cari minum itu ada es kelapa muda”
Mereka berjalan menuju sebuah lapak yang menjual es kelapa muda. “Es kelapa nya Bang, dua.. pake gula putih ya..” Mahendra memesan minuman.
“Oke mas.. segera”
5 menit kemudian, pesanan mereka pun datang. Di bawah teriknya panas Kota Tua di siang itu, mereka menikmati segarnya kelapa muda sambil mengobrol.
“Ve.. ternyata kamu fotogenik banget ya??”
“Aaahhh.. gombal nih.. gimana emang hasilnya?? Aku cantik ya??” canda Veranda malu-malu.
“Banget....” jawab singkat Mahendra sambil memandang Ve dalam-dalam. Gadis itu seketika telah memikat hati Mahendra hanya dalam hitungan jam. Paras cantik khas gadis keturunan itu telah benar-benar mencuri dunianya. Hatinya berdebar ketika bertemu dengan Veranda, sepertinya ada sesuatu yang bangkit lagi setelah sekian lama.
“Eh.. Mahendra..”
“Iya..”
“Kamu orang mana sih?? Kok medok gitu suaramu..” sambil cekikikan Veranda menggoda
“iiiissshhh... asemmmm... kirain mau bilang kok aku ganteng...” ucapnya dalam hati. “Hahahaha.. sial.. segitunya emang?? Aku dari Jogja Ve..”
“Ooohh.. pantesan.. hehehe..”
“Pantesan kenapa??”
“Pantesan caramu menghadapi wanita tuh halus banget.. seperti orang jawa kebanyakan..
aku nyaman temenan ma kamu, meskipun belum lama kenal.. Padahal boleh dibilang aku tuh orangnya pemalu dan pendiam banget, apalagi sama orang yang baru kenal.. Tapi beda kalo sama kamu.. kenapa ya??”
Dengan jantung berdetak kencang, Mahendra pun melanjutkan obrolan “Ahh masa sih?? Hahaha.. jadi salting nih.. makasih lho dibilang begitu.. aku juga ngerasain itu, aku juga aslinya orangnya pendiam gitu deh.. tapi kok beda ya kalo ketemu kamu??”
“Ahhh masa..??”
“Iya deh beneran.. suwercekewerkewer deh”
“Ah kamu bisa aja...”
“Ve.. ngomong-ngomong, kamu masih kuliah atau udah kerja??”
“Aku baru masuk kuliah tahun ini, ambil jurusan desain.. kalo kamu??”
“Widiihhh.. desain cuy.. keren!! Mau jadi fashion consultant atau desainer?? Anak baru masuk kuliah kok udah keliatan dewasa banget nih”
“Dua-duanya.. hehehe.. aku pengen punya butik dengan brand ku sendiri kelak.. aku suka banget dunia fashion.. Eh kamu belum jawab pertanyaanku..”
“Oh iya.. aku udah lulus kuliah dari Jogja 2 tahun lalu, sekarang udah kerja. Aku dulu ambil Psikologi”
“Waaahhhh.. salut..!! bisa baca karakter orang dong??
“Naah ini dia.. salah kaprah deh..” jawab Mahendra sambil tersenyum. “Nggak semua anak Psikologi bisa baca karakter lho.. konsentrasi ilmunya kan banyak.. Tapi kalo aku sih bisa sedikit-sedikit baca tulisan orang (grafology) dan baca garis tangan (palmistry)”
“Ahh.. mau dong.. seru tuh kayaknya” rengek Veranda
“Enelan..??”
“Eahh.. cungguh kakagh..”
Keduanya pun bercanda satu sama lain di bawah sebuah pohon beringin tua yang lumayan mengurangi rasa terik siang itu. Sekali lagi, Mahendra pun melayangkan modus nya untuk membaca karakter Ve melalui garis tangannya. Semasa kuliah dulu, ia mendapatkan ilmu tersebut secara otodidak.
“Udah siap..??”
“Udah nih..” sambil mengulurkan kedua tangannya Ve terlihat antusias
“Maaf ya, aku pegang tangan kiri mu..” dengan penuh rasa gugup ia pun menggenggam tangan Ve. Beberapa detik kemudian sambil memegang tangan Ve yang halus dan lembut seperti di iklan-iklan, ia menelusuri garis tangan Ve dengan telunjuknya.
“Hhhmmm... kamu tuh orangnya introvert (tertutup), pemalu, moody, dan sedikit keras kepala. Tapi karaktermu kuat, berbakat seorang pemimpin, dan jadi panutan teman-teman. Urusan asmara, sepertinya kamu orangnya pemilih dalam arti tidak mau membuat komitmen dengan orang lain hanya karena emosi sesaat, penuh perhitungan dan sangat realistis. Selain itu, sebenarnya kamu sangat inovatif dan punya banyak ide brilian hanya saja kamu kurang berani untuk mengungkapkannya karena sifat pemalu tadi..” jelas Mahendra dengan penuh perhatian.
“Gimana..?? akurat nggak..??”
“Woowww...” sambil bertepuk tangan tanda kagum. “Salut..!! hebat..!! 90% akurat..!!”
Sambil tersenyum malu Mahendra menjawab “Ahh.. biasa aja kok.. Bintang kamu Leo nih jangan-jangan??”
“Diihhhh... kok tau sih?? Aku lahir 19 Agustus..”
“Nah kan.. soalnya garis tanganmu mirip ma aku, Leo juga.. aku lahir 18 Agustus.. deketan nih tanggal ulang tahun kita.. hehe”
“Ya Tuhan.. seru juga nih punya kenalan baru yang jago fotografi, Sarjana Psikologi, Anak Leo, dewasa pula..”
Hari sudah semakin sore, matahari sudah mulai turun ke arah Barat. Kemudian mereka berdua bergegas melanjutkan perjalanan untuk pulang ke rumah.
“Veranda pulang ke arah mana?? Aku anterin yokkk.. Pake motor tapi..”
“Iya nih.. aku lupa gak ngabarin orang rumah buat jemput.. Tapi keliatannya seru juga tuh naik motor sore-sore sambil menikmati jalanan Jakarta”
Karena kebetulan jalan pulang mereka searah, Veranda menerima ajakan Mahendra dan mereka pun pulang berdua. Veranda terlihat sangat gembira karena selama ini kemana-mana ia selalu diantar oleh sopir atau orang rumah, tetapi setelah mengenal Mahendra dunia Veranda semakin berwarna. Sesekali Veranda memegangi jaket Mahendra pertanda masih kagok naik motor, tetapi setelah beberapa saat akhirnya terbiasa juga.
Mahendra merasa mempunyai dunia baru 3 hari ini setelah mengenal Veranda. Akan tetapi ia juga merasa bahwa ada sebuah tembok tak kasat mata di antara mereka. “There’s an invisible wall between us now...” Kira-kira begitu kata grup band Keane di lagu Disconnected. Sebuah tembok yang kokoh bernama “perbedaan”
Selang waktu berganti, keduanya menjalani hari-hari sebagai teman dekat yang saling melengkapi. Ketika Mahendra merasa butuh teman ngobrol atau sekedar jalan-jalan menghilangkan penat, Veranda ada di sampingnya.
Sebaliknya juga ketika Veranda sedang galau butuh semacam nasehat tentang apapun, Mahendra merupakan pendengar yang baik. Hunting foto di banyak sudut jakarta, makan nasi kucing angkringan khas Jogja, nonton di bioskop, bahkan sampai olahraga pagi di free car day mereka lakukan bersama.
2 minggu kemudian tepat pada suatu tengah malam, Mahendra mengirim BBM kepada Ve.
“Ve.. besok ada waktu luang gak?? Main ke pantai yukkk..”
“Eh.. tumben ngajaknya ke pantai?? Ada apa nih.. hehe” balas Ve
“Ahh.. lagi kangen pantai aja nih, apalagi kalo ke pantai nya sama kamu.. tambah romantis kayaknya..”
“Dasar... Mas Gombal... yaudah Mas, besok jemput aku ya jam 3 an yaa..” canda Veranda dengan aksen medok Jogja
“Hahaha.. iyo nduk.. Yowes sesuk Mas jemput yooo..”
“Ahh jahat.. aku kan gak bisa ngomong Jawa”
“Hahaha.. salah sendiri?? Sapa juga yang mulai tadi??”
Keesokan harinya, Mahendra bergegas menjemput Ve dan mengajaknya ke sebuah pantai di daerah Jakarta Utara. Hari itu Mahendra kelihatan berbeda dari biasanya, seperti ada yang disembunyikan tetapi ia tidak mau menampakkannya di depan Veranda.
Kemudian mereka berdua duduk di bawah gazebo yang diteduhi pohon kelapa sambil menikmati hembusan angin pantai.
“Ve.. kamu pernah denger Filosofi Kebetulan nggak??”
“Ahh.. maksudnya??”
“Iya.. coba inget deh, kita berdua kenal begini karena serba kebetulan lho.. Kebetulan ketemu di jalan, kebetulan suka fotografi, kebetulan bintang kita samaan, kebetulan suka sepak bola, dan kebetulan sifat kita berdua mirip... Tapi aku yakin, Tuhan punya maksud di balik kebetulan itu semua. Karena tidak ada Kebetulan yang benar-benar Kebetulan terjadi. Pasti ada campur tangan semesta di dalamnya”
“Oh iya ya.. aku malah baru sadar lho.. pantes ya aku gampang deket ma kamu..”
“Kebetulan kita juga berbeda keyakinan dan kebudayaan Ve..” teriak Mahendra dalam hati tanda putus asa.
“Ve....” sambil mengeluarkan sesuatu dari bungkusan. “Ini buat kamu.. tolong dijaga yah..”
“Wah.. apaan nih??”
“Ini tanaman bunga Lili putih di dalam pot kecil.. tanda ketulusan dan kesetiaan..”
“Apa maksudnya?? Tolong jelasin dong..”
“Lili ini akan berbunga sekitar enam bulan lagi, itu adalah waktu di mana aku akan pulang ke Indonesia buat nemuin kamu..”
Bagai disambar petir, hati Veranda sangat kaget. Baru dalam hitungan hari ia menemukan kenyamanan bersama Mahendra, tetapi dalam hitungan hari juga ia harus kembali kehilangannya.
“Kemarin siang aku dipanggil menghadap atasanku. Aku diikutsertakan dalam pelatihan Assessor selama 6 bulan di Jerman. Senin besok aku berangkat, semua sudah disiapin kantor. Aku juga kaget, tapi ini perintah tugas dari perusahaan. Aku nggak bisa nolak, karena ini juga buat karir ku ke depan”
“Iya...” jawab Ve dengan mata berkaca-kaca. “Tapi ini bukan pertemuan kita yang terakhir kan?? Janji??”
“Jangan khawatir Ve.. 6 bulan lagi kita ketemu.. Sambut aku dengan rambut panjangmu yang terkuncir itu.. Jangan kau lepas ikat polkadot mu ini ya waktu kita ketemu besok.. tetaplah begitu, seperti dirimu, dan sampai kapanpun tetaplah menjadi si gadis ceria selamanya..”
Sambil memegangi pipi Veranda, Mahendra mengusap butiran jernih yang menetes dari mata Veranda.
Sore sampai malam mereka habiskan dengan berbicara dari hati ke hati. Sepertinya muncul perasaan saling membutuhkan di antara keduanya. Perasaan yang tidak sembarangan muncul setiap waktu. Perasaan yang dinamakan Cinta. Sambil duduk di sebuah batu besar di tepi pantai, mereka menikmati suasana langit malam itu yang penuh bintang seakan enggan menunggu waktu 6 bulan lamanya untuk bertemu kembali.
”Mahendra..”
Kapanpun saat memikirkanmu,
Bisa bertemu kebetulan itu,
Hanya sekali dalam hidup,
Ku percaya keajaiban..
Karena ku suka, suka dirimu.. ku akan selalu berada di sini..
Walau di dalam keramaian..
Tak apa tak kau sadari...”
Batin Veranda dalam hati.
***