Nampak sebuah
sekolah, dengan papan yang sudah usang bertuliskan STM 69. Sebuah sekolah
menengah, dengan kategori STM (Sekolah Tawuran Mulu). Ya, aku bersekolah di STM
itu. Di sebrang sekolahku, ada sebuah sekolah bernama “Harapan Bangsa”. Kalau
yang satu ini sekolah dengan standar SSN (Sekolah Sangat Norak). STM 69 adalah
sekolah yang terkenal dengan siswa yang suka tawuran. Sedangkan sekolah
“Harapan Bangsa” diisi dengan siswa-siswi pintar dan berprestasi.
Suatu siang yang
cukup panas, aku dan teman – temanku yang keluar gerbang sekolah dengan gembira
menuju tongkrongan kami yang tidak jauh dari sekolah. Saat aku sedang berjalan
dengan teman – temanku, pandanganku terpaku pada gadis di sebrang jalan. Gadis
manis berlesung pipit, dengan rambut poni, membawa tas merah bertulisan,
“Cookie Monster”. Dengan susah payah aku mengeja tulisan yang ada gambar kartun
dibawahnya.
Ah, bahasa
inggrisku payah. Nilaiku saja dibantu guru. Guru memang bisa membantu nilai,
tapi mana bisa membantu aku kenalan dengan gadis itu. Kucoba mengumpulkan
keberanian. Kusebrangi jalan dan mendekati gadis itu dengan teman-temannya.
“Eh...boleh, kenalan?” Tanyaku secara tiba-tiba.
“Hello... situ oke? Yiuuhh” ucap seorang teman dari gadis itu, yang
gayaknya gaul meledekku.
“Mau kenalan banget apa kenalan aja?” Seorang temannya yang lain ikut
meledek.
Mereka langsung
meninggalkanku. Tapi gadis itu sempat menolehku walau hanya sekejap. Iya, hanya
sekejap. Iya sekejap ia sempat menolehku. (Gak perlu diulang lagi kan?)
Itu adalah moment
yang cukup indah karena selama aku sekolah baru kali ini ada gadis manis yang
menolehku walau hanya sekejap. Ya secara sekolahku isinya cowok semua.
Sedangkang sekolah sebrangku isinya anak orang kaya semua. Ya gak semua juga
sih, tapi rasa – rasanya sekolah kami terpisahkan oleh sebrang jalan itu
membuat perbedaan kasta.
*
Rasa ingin tahu
dan kepo makin menggeluti diriku. Seusai pulang sekolah hari ini aku kembali
mencari gadis itu.
Ah, dia sedang
berdiri sendiri di depan sekolah. Kuhampiri saja atau tidak? Ah, kali ini aku
tidak punya nyali. Kuperhatikan ia sedang sibuk dengan HP ditangannya. Melihat
perwujudan dari gadis itu dan tangannya memegang HP ada 2 kemungkinan; pertama
ia dijemput seorang pria dengan mobil; kedua ia dijemput seorang supir dengan mobil.
Dugaanku benar!!
Ia dijemput seorang supir. Kenapa seorang supir? Karena ia langsung masuk di
kursi belakang.
Kalau ia dijemput
seorang pria, anggap saja pria itu gebetan(kalau sampai ia punya pacar, hancur
sudah dunia tawuran) dengan bergaya gebetannya itu membuka kaca mobil, dan
mereka bicara sebentar lalu si gadis duduk didepan. Mobil itu melaju
meninggalkan sekolah. Aku masih penasaran ingin tahu siapa nama gadis itu.
Aku mencoba
menyebrang menuju sekolah itu. Dari belakangku, temanku, Coki, menepuk
pundakku.
“Lu ngapain ke sekolah sebrang?” Tanya Coki.
“Ha? Eh...mau ngambil formulir buat sodara gua dari Pandeglang.”
Jawabku mengarang.
“Borju juga sodara lo. Lo nongkrong kan? Anak-anak udah nunggu tuh.”
“Iya Cok, ntar gua nyusul . Selaw.” Jawabku mengeles.
Aku mulai mencari
ruangan yang bertuliskan “Tata Usaha”. Nah, ada seorang Ibu dengan pakaian
dinas sekolah itu, sedang menatap layar komputernya.
“Misi Bu.”
“Kenapa? Mau dispensasi bayaran?” Jawab Ibu itu.
“Bukan Bu, saya mau..” belum selesai ucapanku lagi-lagi dipotong.
“Mau ngasih surat dokte pas kemarin sakit?”
“Bukan Bu, saya mau nanya, siswi sini yang manis ada lesung pipit pake
tas warna biru siapa ya namanya?” tanyaku.
Si Ibu itu
melongok ke arahku. Ia membetulkan kacamatanya. “Lho, kamu kan anak sekolah
sebrang? Ngapain kesini! Sana pergi.”
“Ta, tapi Bu...”
“Selama kamu adalah anak STM 69, dilarang bertanya info murid
sini.” Sambil didorongnya aku keluar ruangan. Ah, masa iya usaha ku
mencari tahu nama gadis itu kandas disini?
*
Besoknya, aku
kembali ke sekolah itu saat jam pulang sekolah. Ketika aku berjalan ke Pos
Satpam, ada sarung dan Peci. Aku pun mempunyai sebuah ide.
Kupakai sarung
itu dengan lipatan Ninja, aku segera menemui Ibu tata usaha. Baru selangkah aku
masuk, Ibu itu takut dikiranya aku akan merampok.
“Bu, saya kan gak pake seragam STM, jadi boleh
kan?”
Ibu itu segera
berlari. Aku mencoba mengecek komputer. Tidak lama 2 orang satpam menuju tata
usaha. Aku segera kabur. Ku lompati kolam ikan. Kuterobos kantin yang masih
cukup ramai. Sampai akhirnya aku berada di lorong koridor. Saat berlari tidak
sengaja aku menabrak gadis itu.
“Aduh, kalo jalan pake mata dong.” Ucap gadis itu.
“Kalo jalan pake mata, kakinya dikemanain?” Jawabku
“Eh, lo bukannya cowok kemarin ya? Lo ngapain kayak gini?”
“Gue cuma pengen tau nama lo. Tapi sekarang gue mesti kabur dulu yah,
daaah.”
Aku segera
berlari dikejar satpam sekolahan itu. Ah, gagal lagi aku kenalan
dengannya. Aku berjanji tidak akan adu lari lagi dengan satpam sekolah.
*
Di lain hari, aku
cabut sekolah bersama Coki dan Vijay. Kami masuk ke Gang sebelah sekolah
Harapan Bangsa. Ah, kini terlihat kelas gadis itu dari gang. Ia duduk
dibelakang dekat jendela. Kuketuk jendela itu dengan pelan.
“Eh..”
“Lho, kamu? Ngapain kesekolahku lagi?” bisiknya pelan dari jendela
“Kalo sehari lagi aku ngga tau nama kamu, aku bisa setengah waras.”
Gadis itu tertawa. Kemudian ia menuliskan namanya di kertas. Frieska.
“Hai Frieska....”
“Nah kamu udah tau namaku kan. Sekarang mau apalagi.”
“Maunya...kenal kamu lebih jauh.”
“Udah ah, jangan aneh-aneh deh. Eh tapi kan ini lantai 2, kok kamu...”
Frieska melihat
aku digendong oleh kedua temanku disamping gang. Coki dan Vijay terlihat
kelelahan. Frieska hanya tersenyum saja.
*
Setelah kenalan
dengan Frieska, aku sering menemuinya di depan sekoahnya sambil menunggu dia
dijemput supirnya. Kalau supirnya telat, kadang kami membeli es krim di kedai
dekat sekolah.
“Kok kamu gak makan es krim? Gak doyan?” Tanya Frieska.
“Doyan, cuma aku takut diabetes.”
“Lho? Ini kan cuma es krim cokelat?” Tanya Frieska heran.
“Nah, es krim cokelat kan manis, udah gitu makannya sambil liatin kamu,
manisnya kuadrat.”
Frieska hanya tertawa sambil
menjejali es krim itu kepadaku.
*
Di sore yang
lain, aku menemani Frieska cukup lama. Supirnya tak kunjung datang.
“Mamaku barusan nelfon, katanya supirku lagi nganter mamah ke bandara.”
“Terus kamu pulangnya gimana?”
“Gatau, bingung.”
“Aku cariin taksi yah.”
“Dirumah gak ada orang.” Jawab Friska dengan lemas.
“Bentar, Fris, jangan kemana-mana.”
Sebelum Frieska
menjawab, aku segera pergi meninggalkannya. Frieska masih menungguku di depan
sekolahnya. Aku pun datang dengan motor matic.
“Ini motor siapa?” Tanya Frieska.
“Temenku. Yuk aku anter pulang, daripada bingung.”
“Tapi...”
“Udah gausah pake tapi.” Aku segera memberikan helm kepada Friska.
Ia duduk
dibelakangku dengan posisi miring. Saat sudah di jalan raya, aku meng-gas motor
agak kencang. Tangan Frieska memeluk erat tubuhku karena angin agak kencang.
Sesampainya
dirumahnya, Frieska turun dari motor dan memberikan Helm kepadaku.
“Hem...gak ada basa-basi, nawarin masuk atau minum gitu.” Tanyaku.
“Hahaha...” Frieska tertawa.
“Kok ketawa?”
“Kamu itu kebanyakan nonton FTV.”
“Lho? Aku sih ngarepnya kisah kita ini jadi FTV, atau seenggaknya jadi
cerpenlah.”
“Udah sana kamu pulang. Siapa tau besok sore bisa nganterin aku lagi.”
“Yauda, aku pulang yah. Masuk sana kamu.”
Frieska masuk ke
pagar. Aku mencoba menyalakan motor. Saat sedang menyalakan, Frieska datang dan
mencium pipi kiriku. Aku kaget. Wajah Frieska memalu. Ia lalu masuk kembali
kedalam.
“Weeei, ntar aku
pulang gak mandi nih ya. Biar bekas kamu gak ilang.” Aku pun
tertawa sendiri. Motor nyala, akupun pulang.
*
Di sebuah sore,
aku menghampiri Frieska yang sedang bersama teman – temannya di depan sekolah.
Saat baru tiba, seorang temannya yang agak bule memberikan sambutan.
“Hey, who the hell this ugly boy?” Ucap teman Frieska.
“Ngomong opo toh kowe.” Ucapku.
“What are you talking about?” Balas si Bule itu.
“Modyar. Ra ngerti aku kowe ngomong opo.” Balasku dengan logat jawa.
Frieska segera
menarikku dari teman-temannya.
“Very annoying couple” Lanjut si Bule dari kejauhan.
“Hahaha maafin temenku yah.” Ucap Frieska.
“Kamu hari ini dijemput?”
“Iya, supirku bisa jemput hari ini”
“Yah gak pulang bareng aku deh, akunya gak dicium deh.”
“Dasar genit. Kalo mau nganterin aku pulang besok aja.”
“Hemm...yaudah. Aku duluan yah, mau main sama temen-temenku dulu.”
Pamitku
Frieska hanya tersenyum saja dan
kembali pada teman-temannya.
*
Sore itu di lain
hari, agak mendung. Tidak lama hujan turun. Frieska menungguku di sekolah.
Habis sudah kesabaran ia menungguku. Ia menyuruh satpam sekolah untuk
mencarikan taksi. Frieska pulang dengan taksi disertai wajah cemberut yang
membuat bibirnya ingin jatuh dari mulutnya. Kemana aku?
Malam tiba. Aku
menghampiri rumah Frieska. Kamar Frieska berada dibelakang rumahnya. Dengan
nekat aku memanjat pagar rumahnya dan mengetuk jendelanya.
“Fries....” Ucapku memelas. “Kamu marah ya?”
“Mau apa kamu?” tanya Frieska jutek.
“Maaf tadi aku gak bisa nganter kamu pulang.”
“Aku gak masalah ya kamu gak nganterin aku pulang. Yang aku kesel tuh
bete nungguin kamu lama, gak ada kabar.” Ucap Frieska dengan bibir manyun.
“Maaf. Tadi Coki digebukin STM lawan gara-gara rebutan tongkrongan. Aku
sama temen-temen jadinya nyamperin kesana. Terus aku tadi juga ngurusin
prakarya mobil uap.”
“Udah, mau ngomong itu aja?” Jawab Frieska dengan jutek.
“Satu lagi.”
“Apa?”
“Hem...ini artinya apa ya?” Aku menunjukkan foto di Hpku bertuliskan; your
school sucks!! Go to the hell
“STM lawan nyoret itu di tongkrongan. Aku nggak ngerti artinya apaan.
Temen-temenku pada kesel banget.” Ucapku.
Dengan menarik
nafas panjang dan dihembuskan, Frieska menjawab dengan jutek dan manyun.
“Artinya; jangan
pernah temuin aku lagi.” Frieska menutup jendela dan hordeng.
Aku terduduk di
bawah jendela Frieska. Aku pulang dengan lemas. Seolah awan mendung dan gemuruh
langit menemaniku malam itu.
*
Besoknya di
sekolah aku menatap tulisan di hp ku dan arti kata dari Frieska. “Jangan pernah
temuin aku lagi.” Selalu terngiang di telingaku. Vijay mengajakku untuk menuju
bengkel prakarya. Dengan wajah tertunduk aku ikut dengan teman-temanku.
Sesekali aku
melihat Frieska bersama teman-temannya di depan sekolahnya. Saat melihatku ia
segera membuang mukanya. (Lalu memungut mukanya lagi). Aku sempat putus
asa.
*
Yak. Ini adalah
hari yang dinanti aku dan teman-teman STM sekolahku. Hari uji coba Mobil Uap
prakarya sekolah kami. Uji Coba ini dihadiri beberapa Menteri. Aku dan Coki
berkesempatan mencoba 2 dari 4 mobil prakarya.
Coki menyalakan
mobilnya dan berputar ke sekeliling halaman bengkel. Aku menyalakan mobil.
Semua teman-teman bertepuk tangan. Aku mengemudikan mobil itu keluar sekolah.
Beberapa orang nampak heran.
“Pak, mobil tersebut
sedang di tes di jalan raya mengenai kilometer apakah ada masalah atau tidak.”
Coki menjelaskan kepada guru dan tamu undangan. Sebenarnya bukan menjelaskan,
tapi berbohong.
Aku mengemudikan
mobil itu ke sekolah Frieska. Ia dan teman-temannya sedang makan es krim.
Frieska mengampiriku.
“Mau apa lagi kamu?” Tanya Frieska. Ya...tentunya dengan jutek manyun.
“Aku cuma mau kamu.” Mintaku ke Frieska.
“Maksud kamu?”
“Iya, aku gak bisa lama-lama marahan sama kamu.”
“Yang ngajak marahan siapa? Yang bikin aku kesel siapa?”
“Iya iya aku salah. Aku janji, gak akan ngilang tanpa kabar, aku juga
mau makan es krim sama kamu biarpun nanti aku diabetes.” Kataku sambil memohon.
“Huh...Gombal.” ucap Frieska. “ini mobil siapa?”
“Mobilku. Eh..Mobil prakarya sih. Aku anter pulang yuk.”
Frieska
tersenyum. Kini bibir manyunnya menjadi lesung pipit yang manis. Ia masuk
kedalam mobil. Ya, kini aku menjadi pria yang beda. Bukan supir yang menjemput
Frieska. Bukan pula seorang pria biasa yang menjemput Frieska.
***