Kadang aku rindu masa-masa itu, dimana aku ingin kembali dan mengulanginya lagi. Melihat hari-hari yang indah dulu, namun kini aku sangat jauh dari itu. Sempat terpikir bahwa aku tidak cukup baik saat itu. Tapi kita selalu punya tahun yang terbaik dalam hidup ini. Kamu dan aku, tidak akan sama..
"Ayo, cepetan! Ntar telat!" ajak Beby.
"Iya.." jawabku.
Aku dan Beby berangkat sekolah bersama. Kami berdua sekolah pada satu sekolah yang sama, dimana murid di sekolah kami semuanya wanita. Tidak terasa setahun lagi kami akan lulus dari sekolah tercinta ini. Bagaimanapun, kami pasti akan merindukannya.
"Ghaida, kalau lulus nanti, kamu mau lanjut kemana?" tanya Beby.
"Aku sih masih belum tahu Beb. Kalau kamu?"
"Aku penginnya lanjut ke sekolah yang bagus, dan mirip-mirip seperti sekolah ini sih. Hhaha.."
"Ohh.. Tapi kan nggak semua sekolah seperti sekolah ini juga. Pasti ada bedanya.."
"Yaa, paling enggak yang agak mirip gitu.."
"Hmm.."
Kami lantas masuk ke kelas kami dan memulai pelajaran sekolah kami. Uas yang sebentar lagi kami hadapi, menjadi motivasi bagi kami untuk belajar lebih giat lagi. Bukan berarti kami tidak belajar saat tidak ada uas, tapi kami hanya menambah porsi belajar untuk itu.
"Tidak lama lagi kalian akan lulus dari sekolah ini. Bapak harap, kalian bisa menjadi siswa yang bisa mencapai cita-cita kalian diluar sekolah ini. Pilihlah jurusan yang cocok untuk kalian, pilihlah yang terbaik. Bagi bapak, kalian seperti bunga sakura yang siap untuk mekar nantinya. Mekarlah seindah mungkin, dan cepat gugur. Berilah keindahan pada sekelilingmu, dan buatlah orang disekelilingmu bangga pada kalian. Seperti bunga sakura yang selalu didambakan." nasehat pak Guru.
Secara tidak langsung, nasehat itu masuk sangat dalam ke dalam hatiku. Aku merasa sangat termotivasi, meski ada sedikit rasa sedih karena kami semua akan berpisah nantinya. Namun, selagi ada waktu, aku akan memanfaatkannya untuk terus bersama mereka semua. Ya, keluargaku di sekolah ini.
"Ghaida, kamu nggak ikut ekstra basket hari ini?" tanya Sendy.
"Nggak Sen, aku mau belajar aja dirumah. Kan sebentar lagi Uas.." jawabku.
"Ohh.. Yaudah deh, semangat ya.."
Aku berjalan pulang di bawah sinar mentari yang berlahan mulai redup. Sempat kupandangi langit yang mendung itu. Ku pikirkan bagaimana bila aku menjadi mentari itu. Mentari yang redup karena tertutup oleh langit yang mendung. Tapi aku selalu yakin, dibalik langit yang mendung itu mentari tetap bersinar. Sama sepertiku, dibalik setiap kesalahan yang pernah aku perbuat, selalu ada jalan untuk memperbaikinya.
Aku langsung belajar setelah aku sampai rumah.
"Aku ingin menjadi murid yang bisa lulus dengan nilai baik. Aku tidak ingin mengecewakan kedua orang tuaku. Mereka telah membiayai sekolahku seperti ini, sebagai terima kasihnya, aku harus lulus dengan nilai yang baik.." batinku.
"Ghaida, kamu nggak makan dulu nak?" tanya Bunda.
"Nggak Bun, nanti aja.." jawabku.
"Tadi Ayah telepon, katanya kalau kamu bisa lulus dengan nilai yang memuaskan, Ayah akan mengajakmu liburan. Bareng Bunda juga.."
"Yang bener Bun?"
"Iya nak, bener. Kata Ayah, Ayah pengin kasih hadiah spesial itu untuk kamu. Tapi kamu harus lulus dengan nilai yang bagus.."
"Ohh.." jawabku singkat.
Aku berpikir, apa aku bisa? Apa aku bisa memenuhi harapan kedua orang tuaku ini? Tapi, aku akan berusaha untuk itu. Membuat mereka bangga sudah merupakan kebahagiaan yang besar untuk aku. Aku berharap Tuhan juga mau membantuku.
Hari demi hari berganti. Namun masih saja, belum ada peningkatan pada diriku ini.
"Ghaida, apa kamu tidak bisa menjawab soal itu?" tanya pak Guru.
Aku hanya terdiam. Apa yang kemarin aku pelajari dengan keras, ternyata tidak menghasilkan apapun. Aku lantas sedih dan putus asa. Aku rasa semua usahaku ini sia-sisa.
"Udah, kamu kembali ke tempat dudukmu saja. Biar bapak yang menjawab soal ini.." katanya.
Aku melangkahkan kaki kembali ke tempat duduk dengan wajah tertunduk. Aku sangat malu karena beberapa teman-teman di kelasku menertawakan aku.
"Nggak papa kok, kamu tenang aja. Apapun yang kamu perjuangkan nggak akan sia-sia. Mungkin hasilnya belum sekarang, tapi nanti.." kata Stella menasehatiku.
"Iya Stell. Makasih.."
"Lagi pula belum tentu mereka yang menertawakan kamu bisa menjawab soal itu. Diemin aja mereka.." ucap Beby.
"Iya Beb, makasih banyak.." jawabku.
Aku seakan kembali mendapatkan semangatku. Teman-teman yang selama ini ada disampingku menjadi penyemangat tersendiri bagiku. Mereka selalu ada untukku disaat aku dalam saat-saat tergelapku. Mereka menjadi cahaya di dalam kegelapanku itu.
Entah mengapa, hari ini berlangsung lebih cepat. Aku merasa hari ini sangat berbeda dari hari sebelumnya. Aku kembali pulang sendirian seperti sebelumnya. Hari ini pun langit juga tidak mendung. Mentari bersinar sangat cerah di siang ini. Terik panasnya sampai kepadaku, seakan memberikan sebuah pesan semangat padaku untuk berusaha lebih keras lagi.
"Beb, Ghaida mana?" tanya Sendy.
"Dia udah pulang duluan Sen.." kata Beby.
"Ohh.. Dia nggak ikut latihan band?"
"Enggak kayaknya. Dia lagi fokus sama uas. Nggak tahu kenapa, belakangan ini dia mentingin uas itu.."
"Hmm.. Padahal kita kan juga uas, tapi nggak sekritis dia. Sampai-sampai nggak ikut ekstra sama latihan yang lain.."
"Iya juga sih. Mungkin dia ingin buktiin kalau dia itu bisa lulus dengan nilai bagus. Yaa, you know lah selama ini dia gimana.."
"Iya ya.. Pantes aja. Hhaha.."
"Udah, nggak baik ngomongin orang lain. Ghaida pasti bisa lebihin nilai kalian selama ini. Jangan sampai nyesel kalau kalian nanti kesaing sama dia.." ucap Stella yang baru datang untuk latihan band juga.
"Nyaingin kita? Kamu tahu dari mana Stell? Kamu juga lihat kan tadi dia nggak bisa jawab soal yang nggak terlalu sulit itu?" tanya Beby.
"Iya, kita semua tahu. Tapi kita kan belum lihat hasil dari belajarnya. Tekat dia yang kuat untuk belajar, bisa ngalahin orang yang udah pinter dari awalnya.."
"Kalau gitu kta nggak boleh kalah dong? Kita juga harus belajar giat kalau gitu.." kata Sendy.
"Iya. Kita semua disini harus terus belajar. Orang yang udah pinter bisa kalah sama mereka yang mau berusaha. Secara nggak langsung, Ghaida juga udah jadi motivasi kita disini untuk bersaing secara sehat.." kata Melody yang berdiri di depan pintu ruang band itu.
"Oke lah kalau gitu, kita juga harus belajar lebih giat lagi!" kata Sendy.
Mereka semua kini bersaing untuk menjadi lulusan yang terbaik. Bunga-bunga sakura yang indah itu sudah mulai siap untuk bermekaran indah nanti. Seperti apa yang telah dikatakan oleh guru mereka.
Tak terasa, hari yang ditunggu sudah tiba. Mereka semua menghadapi uas dan berusaha yang terbaik untuk kelulusan mereka. Ghaida yang terus belajar setiap harinya, mencoba mengikuti uas dengan sebaik mungkin. Begitu juga dengan teman mereka yang lain.
Maka hari-hari yang mendebarkan itu telah usai dan hari dimana kelulusan diumumkan pun telah tiba.
"Kalian semua merupakan siswa yang baik. Banyak prestasi dari sekolah ini yang telah dicapai berkat kalian. Hari ini, kelulusan kalian tiba. Hari dimana kalian akan memilih jalan baru kedepannya nanti. Dimana disetiap dari kalian memiliki sayap impian yang siap digunakan untuk mencapai impian yang baru itu. Mungkin banyak kesalahan dari kami disini, selaku guru kalian yang selama ini mengajar kalian disini, maafkan kami. Masa-masa disaat kami memarahi, menegur, dan mengajar kalian tidak akan pernah dilupakan. Disaat kita semua berada pada satu kelas yang sama, dengan suara jam dinding yang berdetik disetiap harinya, semua itu akan selalu kami ingat. Bapak ibu guru akan selalu mendukung kalian dari sini. Jangan pernah lupakan sekolah ini, rumah yang akan menerima anak-anak kalian suatu hari nanti. Dan dengan ini, bapak umumkan bahwa semua murid kelas III di SMA Sakura ini lulus.." ucap pak kepala sekolah.
Semua murid pun meneteskan air mata kebahagiaan. Mereka sangat bahagia karena mereka semua lulus. Begitu juga Ghaida yang telah berusaha keras untuk bisa lulus. Dan kini, apa yang di inginkan Ghaida untuk bisa berlibur bersama orang tuanya pun akan segera tercapai.
"Dan sebagai motivasi kalian, salah satu murid tercinta kita, Kinal, akan membacakan sebuah puisi untuk kalian semua.." kata pak kepala sekolah lagi.
Kinal lantas maju ke atas panggung dan menyiapkan naskah puisinya. Ia lalu membacakan puisi itu..
Daun-daun yang indah akan berguguran
Jatuh dari tangkainya dan tertiup angin
Terletak dimanapun lalu berterbangan
Mencari tempat baru mencari kenyamanan
Hari-hari pasti akan berlalu
Kenangan yang indah maupun yang haru
Semua adalah pilihan hidupmu
Untuk memilih kehidupan yang baru
Ketika bunga-bunga berguguran di musim semi
Ketika hujan hilang disambut oleh mentari
Disana datang harapan untuk meraih mimpi
Mimpi yang akan kau raih dengan kekuatan hati
Percayalah pada kekuatan hatimu
Semua usaha, doa, dan kerja kerasmu
Ku tuliskan puisi ini hanya untukmu
Jadilah bunga harapan yang tak pernah layu
Semua murid yang mendengar puisi itu sangat terharu. Mereka menyadari, bahwa impian mereka belum selesai sampai disini. Masih banyak impian lain yang harus mereka raih di hari-hari yang baru. Hari-hari yang selalu datang dan menyambut mereka nantinya..
Dan seperti yang dijanjikan, Ghaida bersama orang tuanya berlibur setelah Ghaida mendapatkan hasil kelulusan yang sangat bagus dan membuat bangga orang tuanya itu. Liburan mereka pun terasa sangat indah. Ghaida merasakan kebahagiaan yang sangat indah ketika itu..
"Ghaida, kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Bunda.
"Eh, nggak papa Bunda. Hhehe.." jawabku.
"Kamu kan udah harus kerja, sana kerja dulu. Nanti telat.."
"Iya Bunda.. Ghaida berangkat dulu ya.."
"Iya, hati-hati nak.."
"Kadang aku suka inget masa-masa saat masih SMA dulu, udah tiga tahun lamanya.. Sekarang aku udah kerja jadi sekretaris di perusahaan Ayahku. Aku pengin ngulangin masa itu lagi, tapi pasti nggak bisa. Aku masih inget kalian semua, guru-guru dan temen-temen SMA ku. Aku nggak akan lupa sama kalian yang udah jadi penyemangatku sampai aku bisa seperti sekarang ini. Terima kasih.." batin Ghaida dalam perjalanannya menuju kantor tempatnya kerja sekarang.
~ END ~